Selasa, 27 November 2012

Jejak Awal Perjuangan Khilafah di Indonesia

Selasa, 27 November 2012

Oleh Septian A.W.



            Sesungguhnya perjuangan penegakan Khilafah Islamiyah merupakan bagian dari sejarah besar bangsa Indonesia. Tidak lama setelah Khilafah Turki Usmani diruntuhkan, sudah banyak orang Indonesia terlibat dalam perjuangan khilafah. Penelusuran sumber-sumber sejarah yang ada menunjukan bahwa para ulama, tokoh pergerakan, beserta umat Islam Indonesia yang lain turut serta memperjuangkan Khilafah agar tegak kembali. Siapa yang tidak mengenal H.O.S. Tjokroaminoto, K.H. Agus Salim, K.H. Fakhrudin dan K.H. Mas Mansur. Mereka yang dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia itu ternyata menjadi aktor penting perjuangan khilafah kala itu.
            Walaupun perjuangan ini cukup singkat yang kemudian lenyap tergerus oleh perjuangan nasionalisme, euforia perjuangan mereka penting untuk dipahami oleh kita yang merupakan anak cucu mereka. Fakta-fakta sejarah ini harus selalu diungkap. Adalah hak seluruh bangsa Indonesia untuk mengetahui jejak langkah perjuangan mereka. Dengan memahami sejarah ini kita akan banyak mengambil pelajaran berharga untuk kehidupan kita saat ini.
            Eksistensi sejarah umat Islam Indonesia dalam memperjuangkan khilafah telah diamini oleh para sejarawan Indonesia maupun barat. Diantaranya adalah apa yang dinyatakan oleh Prof. Deliar Noer dan Martin van Bruinessen dalam tulisan akademis mereka. Deliar Noer dalam disertasinya, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 (Cornell University, 1962), menyatakan, umat Islam di Indonesia tidak hanya sekedar berminat dalam masalah khilafah mereka justru merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya.
            Hal senada juga diungkapkan oleh seorang orientalis Belanda, Martin van Bruinessen, dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Muslim of Dutch East Indies and The Caliphate Question (Studia Islamika, 1995). Peristiwa penghapusan Turki Usmani yang kemudian disusul seruan ulama al-Azhar untuk memilih khalifah baru, dan penaklukan Hijaz oleh Ibn Sa’ud, mendapatkan antusiasme yang sangat besar dari umat Islam Indonesia sehingga menimbulkan pergerakan yang masif di Indonesia. Menurut arsip Pemerintah Kerajaan Belanda, seperti yang dikutip van Bruinessen, hal itu bahkan dianggap sebagai “sebuah tonggak bersejarah dalam pergerakan umat Islam di negeri ini”.
            Tidak membutuhkan waktu lama bagi umat Islam di Indonesia untuk segera merespon persoalan khilafah. Jejak awal perjuangan mereka dapat dilihat dalam Kongres Al-Islam kedua di Garut pada 19-21 Mei 1924. Selain membahas persoalan internal umat Islam di Indonesia, kongres yang diadakan di bawah pimpinan K.H. Agus Salim dan pengurus Muhammadiyah ini membahas permasalahan khilafah yang baru dua bulan sebelumnya diruntuhkan oleh Mustafa Kemal.
            Dalam pidato pembukaan kongres, K.H. Agus Salim menempatkan permasalahan tersebut dalam konteks perjuangan antara dunia Islam dan pemerintah kolonial. Menurutnya, hubungan antara negeri-negeri Muslim itu buruk, persatuan mereka telah rusak, dan khalifah hanya hidup dalam khutbah Jum’at. Di berbagai tempat mereka dikuasai oleh bangsa asing. Di Ankara khalifah telah dipecat dan tidak ada khalifah baru di Istanbul. Kemudian K.H. Agus Salim menegaskan, Kongres Al-Islam ini perlu mencari persatuan maka merupakan sebuah kewajiban dalam mencari solusi atas permasalahan khilafah. Bagi K.H. Agus Salim keberadaan sebuah pemerintahan muslim yang merdeka adalah suatu hal yang penting.
            Sejak saat itu gagasan menegakan khilafah kembali terus bergulir dan terus diperbincangkan di Indonesia. Mayoritas umat Islam di Indonesia merasa berkewajiban untuk memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya. Hingga

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Insya Allah, para mujahidin mampu kembali menciptakan negara yang

beasaskan syariat islam di bawah naungan khilafah islamiyah. amin

agar umat islam bisa hidup dengan damai

http://transparan.id Bi'idznillah!

Posting Komentar

 
Membuka Wacana Sejarah. Design by Pocket