Selasa, 08 Januari 2013

Peran Surat Kabar Bandera Islam dalam Perjuangan Khilafah 1924-1927

Selasa, 08 Januari 2013 0

Disampaikan dalam sidang skripsi program studi Ilmu Sejarah FIB UI, Depok 7 Januari 2013.
Oleh Septian A.W.[i]

Pengantar
Pada tahun 1920-an, umat Islam Indonesia terlibat dalam perjuangan khilafah. Sebuah perjuangan yang bertujuan mewujudkan cita-cita Pan-Islamisme yakni pembentukan sebuah pemerintahan Islam yang menyatukan umat Islam di seluruh belahan dunia dalam satu peraturan hidup Islam. Untuk beberapa tahun mereka tetap terlibat dalam perjuangan ini. Sarekat Islam adalah salah satu kelompok umat Islam Indonesia yang terlibat. Pada tahun 1924 Sarekat Islam menerbitkan Bandera Islam, sebuah surat kabar yang digunakannya untuk kepentingan perjuangan khilafah. Oleh karena itu surat kabar yang terbit hingga tahun 1927 ini memuat banyak tulisan seputar perjuangan khilafah. Skripsi ini membahas peran Bandera Islam dalam perjuangan khilafah.

1.1 Latar Belakang
Turki Usmani (Ottoman) menjadi pihak yang kalah dalam Perang Dunia menyisakan kondisi pemerintahan yang lemah dan kacau. Dalam situasi tersebut muncul Mustafa Kemal Pasha di panggung politik Turki. Pada 1922 dia mengubah bentuk pemerintahan di Turki dari sistem khilafah menjadi republik.

Awalnya jabatan khalifah masih dipertahankan dengan tanpa kekuasaan duniawi. Namun pada perkembangannya khalifah saat itu, Abdul Majid, masih memiliki pengaruh yang kuat. Melihat perkembangan tersebut, pada 3 Maret 1924  melalui Majelis Nasional Turki, Mustafa Kemal Pasha secara resmi menghapus Kekhilafahan Turki Usmani. Dengan demikian, sistem pemerintah yang selama ratusan tahun telah dijalankan Turki ini berakhir dan Abdul Majid, sebagai khalifah terakhir, diusir dari Turki.

Berita penghapusan tersebut segera menyebar dan mengejutkan dunia Islam. Kenyataan ini tidak terlepas dari eksistensi paham Pan-Islamisme yang mempengaruhi banyak umat Islam. Sebuah paham yang mencita-citakan persatuan umat Islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Beberapa saat kemudian peristiwa ini langsung menjadi perbincangan di berbagai tempat.

Kairo Maret 1924: Ulama Al-Azhar sepakat bahwa jabatan khalifah Abdul Majid sudah tidak sah saat dia dilengserkan Mustafa dan khalifah wajib ada untuk memimpin umat Islam oleh karena itu mereka berencana akan mengundang perwakilan dunia Islam pada Maret 1925 untuk menetapkan khalifah yang baru.

Mekkah April 1924: Syarif Husein, penguasa Mekkah saat itu, mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah yang baru namun usahanya ini tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas umat Islam karena dianggap seorang antek Inggris.

Garut Mei 1924: Tokoh-tokoh pergerakan Islam dan ulama di Indonesia berkumpul pada Kongres Al-Islam II di Garut diantaranya membahas persoalan khilafah; H. Agus Salim mendesak kongres untuk terlibat dalam persoalan ini dan mencari solusinya.

Perkembangan situasi di Turki tersebut menimbulkan kebingungan pada dunia Islam secara umum, yang mulai berfikir untuk membentuk suatu kekhilafahan baru. Umat Islam di Indonesia bukan saja berminat dalam persoalan ini, bahkan merasa berkewajiban membahas dan mencari penyelesaiannya (Noer, 1996: 242). Jadi wajar mereka memberikan respon yang besar saat berita ini sampai di Indonesia.

Pada 4-5 Oktober 1924 para pemimpin Sarekat Islam, Muahmmadiyah dan Al-Irsyad serta ulama-ulama besar  dari kalangan Arab dan Jawa berkumpul di Madrasah Tarbiatoel Aitam untuk mencari penyelesaian atas persoalan ini. Dalam pertemuan ini terjadi diskusi yang panjang tentang  khilafah. Tjokroaminoto dalam pidatonya menyampaikan tentang perlunya umat Islam memilki seorang khalifah dan peran aktif umat Islam Indonesia untuk kepentingan khilafah. Pertemuan ini menyepakati bahwa: 1. Khilafah wajib ada, 2. Membentuk Komite Khilafah, dan 3. Berpartisipasi dalam Kongres di Kairo.

Pertemuan ini menjadi pertemuan yang membahas khilafah yang pertama kali diadakan di Indonesia. Sejak saat itu gagasan untuk menegakkan khilafah bergulir di Indonesia dan menjadi pembahasan dalam Kongres-kongres Al-Islam, sebuah pertemuan wakil-wakil kelompok Islam di Indonesia. Kondisi ini tetap bertahan hingga beberapa tahun kedepan.

Sarekat Islam adalah salah satu kelompok umat Islam Indonesia yang terlibat dan memiliki peran yang paling dominan dibandingkan dengan yang lain. Organisasi yang menjadi inspirator Kongres Al-Islam ini tampil sebagai pelopor perjuangan khilafah. Sikapnya tersebut sejalan dengan menguatnya perhatian Sarekat Islam kepada Pan-Islamisme. Mereka mengklaim diri sebagai pejuang Pan-Islamisme.

Antusiasme mereka kepada perjuangan khilafah dideklarasikan di Kongres Nasional Sarekat Islam ke-11 pada Agustus 1924. Kongres ini juga menyepakati untuk menerbitkan sebuah surat kabar yang diberi nama Bandera Islam. Saat itu usaha penerbitan surat kabar merupakan cara yang biasa dilakukan oleh organisasi-organisasi pergerakan untuk menyuarakan azas, tujuan, dan program aksi mereka. Surat kabar yang berbahasa melayu ini diterbitkan oleh Sarekat Islam untuk menyebarkan ilmu-ilmu keislaman dan pandangan-pandangan politik mereka.

Bandera Islam terbit selama tiga tahun sejak 1924 hingga 1927. Periode terbitnya ini berbarengan dengan periode Sarekat Islam memperjuangkan khilafah. Oleh karena itu ditemukan ada banyak tulisan mengenai perjuangan khilafah dalam terbitan Bandera Islam.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan, pada periode 1920-an persoalan khilafah mendapat respon dari umat Islam di Indonesia sehingga mereka terlibat dalam perjuangan menegakkan khilafah. Adapun permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai mengapa Sarekat Islam banyak memuat tulisan tentang perjuangan khilafah dalam surat kabar Bandera Islam. Untuk mempermudah penelitian ini, maka akan diajukan pertanyaan penelitian, yakni:

  1. Mengapa Sarekat Islam menganggap masalah khilafah menjadi penting bagi perjuangan Islam?
  1. Apakah Bandera Islam selalu sejalan dengan Sarekat Islam?
  1. Bagaimana respon masyarakat pada saat itu kepada Bandera Islam?
  1. Muslim of the Dutch East Indies and The Caliphate Question oleh Martin van Bruinessen.
  1. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1901-1942 oleh Deliar Noer.
  1. Politik Islam Hindia Belanda oleh Aqib Suminto.
  1. memaparkan keterlibatan  Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.
  1. melihat dan menganalisa perkembangan pers Sarekat Islam hingga melahirkan Bandera Islam.
  1. memaparkan peranan surat kabar Bandera Islam sebagai pers Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.
  1. memperluas informasi mengenai sejarah perjuangan khilafah di Indonesia: fakta bahwa masih terbuka luas kesempatan untuk melakukan penelitian mengenai tema sejarah ini dan menarik untuk diteliti sehubungan akhir-akhir ini gagasan khilafah sering diperbincangkan dalam media massa nasional.
  1. heuristik,
  1. kritik,
  1. interpertasi, dan
  1. historiografi.
Dewan Penguji
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas peran surat kabar Bandera Islam dalam perjuangan khilafah sejak tahun 1924 hingga 1927. Bandera Islam merupakan surat kabar yang banyak memuat tulisan tentang perjuangan khilafah. Tahun 1924 dipilih karena merupakan tahun awal diterbitkan Bandera Islam. Ruang lingkup dibatasi hingga tahun 1927 karena semenjak itu Bandera Islam tidak terbit lagi.

1.4 Tinjauan Pustaka
Ada tiga penelitian sebelumnya yakni
Dari ketiganya tidak ada satu pun yang membahas peran pers dalam perjuangan khilafah sehingga tertantang untuk mengetahuinya ada pun Bandera Islam memiliki keunikan tersendiri karena periode terbitnya bersamaan dengan periode umat Islam Indonesia memperjuangkan khilafah, yakni 1924-1927.

1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yakni
1.7 Sumber Penelitian
Primer: Bandera Islam 1924-1927 (10A/PN/M & 1967A/PN/M)
Sekunder:
Buku mengenai pers
Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesian (2003),
M. Gani, Surat Kabar Indonesia pada Tiga Zaman (1978),
Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia (2002), dll.
Buku mengenai Sarekat Islam
Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (2005),
A.P.E. Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? (1985),
dll.

1.8 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab II Respon Umat Islam di Hindia Belanda atas Keruntuhan Turki Usmani
Bab III Bandera Islam sebagai Pers Pergerakan
Bab IV Perjuangan Khilafah dalam Bandera Islam
Bab V Kesimpulan

Hasil Penelitian
Setelah menelusuri dinamika umat Islam di Indonesia pada permulaan abad ke-20 terlihat bahwa perjuangan menegakkan khilafah merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Tidak lama setelah Khilafah Turki Usmani diruntuhkan, sudah banyak orang Indonesia terlibat dalam perjuangan ini. Penelusuran sumber-sumber sejarah yang ada menunjukan bahwa di Indonesia para ulama, tokoh pergerakan Islam, beserta umat Islam yang lain turut serta memperjuangkan khilafah agar tegak kembali. Mereka merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaian untuk membentuk suatu khilafah baru. Sikap mereka ini tidak terlepas dari pengaruh Pan-Islamisme.

Cita-cita persatuan Islam dalam satu pemerintahan Islam yang merdeka menjadi sebuah harapan besar bagi mereka yang saat itu hidup dibawah penjajahan bangsa asing dan kafir. Untuk beberapa waktu cita-cita internasional ini masih tetap bertahan hingga kemudian mereka meninggalkannya dan mengalihkan perhatian mereka kepada cita-cita nasionalisme yakni menuju negara bangsa yang merdeka. Sejak saat itulah perjuangan khilafah berangsur-angsur hilang tergantikan oleh perjuangan nasionalisme.

Sarekat Islam adalah salah satu kelompok yang terlibat dalam perjuangan khilafah. Perannya sangat signifikan di Indonesia. Saat itu Sarekat Islam mengklaim sebagai organisasi yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita Pan-Islamisme. Pelaksanaan kongres-kongres Al-Islam  menjadi mimbar bagi Sarekat Islam untuk meperluas pengaruh Pan-Islamisme. Usaha ini  telah Sarekat Islam lakukan sejak Kongres Al-Islam pertama. Untuk beberapa tahun usaha tersebut terus berlanjut bahkan intensitasnya semakin bertambah saat mereka telibat dalam perjuangan khilafah. Oleh karena itu keterlibatan Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah sejalan dengan antusiasme mereka kepada Pan-Islamisme.

Dalam pandangan Sarekat Islam perjuangan khilafah menjadi penting bagi perjuangan Islam karena menuju langkah awal untuk mewujudkan cita-cita Pan-Islamisme. Cita-cita persatuan umat Islam sedunia dalam peraturan hidup Islam dibawah pemerintahan yang merdeka ini merupakan sebuah cita-cita yang mulia yang saat itu mereka perjuangkan. Sebagaimana yang mereka pahami Islam merupakan suatu peraturan hidup yang lengkap yang mengikat dan menyatukan seluruh umat Islam di dunia. Dengan tegaknya khilafah maka cita-cita tersebut dapat terwujudkan.

Persoalan khilafah menjadi tema yang selalu dibahas dalam Kongres Al-Islam pada periode ini. Sebab, Sarekat Islam menjadi pihak yang paling dominan dalam setiap pelaksanaan Kongres Al-Islam, selain karena ide perjuangan khilafah yang mudah diterima, mereka  memiliki pengikut yang cukup banyak ditambah para pemimpin mereka yang memiliki pengalaman lebih dalam hal organisasi. Begitu seterusnya hingga mereka kemudian melepaskan Pan-Islamismenya dan berpihak pada nasionalisme Indonesia, dan di waktu yang bersamaan mereka terjerat dalam perselisihan internal umat Islam.

Pada perkembangan selanjutnya persoalan khilafah ini ditinggalkan oleh umat Islam di Indonesia. Penyebabnya karena golongan tradisional yang terhimpun dalam NU, serta Muhammadiyyah dan Al-Irsyad memfokuskan perjuangan mereka ke bidang sosial dan pendidikan. Sementara itu Sarekat Islam sudah tidak berkharismatik lagi dihadapan mereka setelah Sarekat Islam justru ikut terjerat dalam perseteruan internal umat Islam. Sejak saat itu perjuangan Sarekat Islam sudah tidak lagi  mewakili aspirasi politik umat Islam di Indonesia. Mereka juga tidak bisa mengklaim lagi sebagai pelopor gerakan nasional setelah ada PNI yang menggantikan posisi mereka. Sebab sokongan dunia Islam terhadap persoalan khilafah yang menghilang mengakibatkan Sarekat Islam meninggalkan perjuangan khilafah dan mengalihkannya pada perjuangan Islam dalam konteks kebangsaan.

Bandera Islam  adalah surat kabar yang diterbitkan oleh Sarekat Islam. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh keinginan Sarekat Islam untuk menghidupkan keislaman (Pan-Islamisme) di Indonesia. Sebagai surat kabar yang dikeluarkan Sarekat Islam, Bandera Islam selalu memuat pandangan politik dan keislaman Sarekat Islam. Redakturnya pun adalah para pengurus Sarekat Islam. Oleh karena itu Bandera Islam selalu memiliki pandangan yang sejalan dengan Sarekat Islam.

Pada masa itu usaha penerbitan surat kabar merupakan cara yang biasa dilakukan oleh organisasi-organisasi pergerakan. Surat kabar merupakan cara yang efektif bagi organisasi pergerakan untuk menyosialisasikan pandangan mereka. Antara Sarekat Islam dengan Bandera Islam diibaratkan sebagai kembar siam. Keduanya hidup berdampingan secara simbiotik. Terbitan Bandera Islam mencerminkan perjuangan Sarekat Islam. Jadi wajar jika ditemukan banyak tulisan tentang khilafah dalam Bandera Islam. Sebab, periode Bandera Islam terbit berbarengan dengan keterlibatan Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.

Bandera Islam turut membantu mendistribusikan informasi perjuangan khilafah di Indonesia. Dalam setiap pelaksanaan Kongres Al-Islam, Bandera Islam turut berperan dalam menyebarkan informasi kongres. Undangan, pemberitahuan dan reportase serta hasil keputusan kongres banyak dimuat dalam Bandera Islam. Para pemimpin Sarekat Islam berulang kali melakukan hal itu. Mereka menyadari adanya respon positif dari masyarakat terhadap Bandera Islam. Selain itu Bandera Islam mempunyai sidang pembaca yang luas, peredarannya tidak hanya di Indonesia bahkan menjangkau hingga mancanegara. Oleh karenanya Bandera Islam menjadi media yang sangat efektif bagi Sarekat Islam untuk memperluas propaganda mereka.

Pro-kontra tidak selalu hilang ditengah masyarakat. Begitu juga dengan perjuangan khilafah saat itu. Polemik yang dilakukan para pemimpin Sarekat Islam melalui Bandera Islam menunjukan hal tersebut. Tidak semua masyarakat selalu memiliki pendapat yang sama. Ada saja pihak yang berseberangan dengan Sarekat Islam dan Bandera Islam. Jadi pada saat itu masyarakat yang merespon terbitan Bandera Islam terbagai menjadi dua yakni ada yang pro dan ada yang kontra.

Namun sebab sifatnya sebagai surat kabar Sarekat Islam, Bandera Islam kurang objektif dalam menggambarkan realitas masyarakat. Faktanya, Bandera Islam tidak menjelaskan pandangan golongan tradisional tentang perjuangan ini, yang tidak sedikit memiliki pandangan yang berbeda dengan pihak Sarekat Islam. Relitas perjuangan golongan tradisional luput dari pemberitaan Bandera Islam.

Di masa lalu Bandera Islam sangat berguna bagi Sarekat Islam untuk perjuangan khilafah, namun tidak ada gunanya lagi bagi mereka ketika sejarah Bandera Islam ini ditulis. Oleh karenanya memahami sejarah bukan untuk kepentingan orang-orang di masa lalu tetapi untuk kepentingan orang-orang di masa kini. Jika dulu lembaran-lembaran Bandera Islam telah menjadi alat propaganda yang efektif untuk perjuangan khilafah, maka hari ini lembaran-lembarannya yang masih ada menjadi jendela yang efektif untuk memahami antusiasme para pendahulu bangsa Indonesia dalam memperjuangkan khilafah. Dengan begitu dapat memperluas wawasan tentang perjuangan khilafah yang hari ini banyak diperbincangkan.

Daftar Pustaka
Surat Kabar
Bandera Islam, Hindia Baroe, Neratja
Jurnal
Anthony Reid, “Nineteenth Century Pan-Islam in Indonesia and Malaysia”, dalam  JSTOR, Vol. 26, No. 2, 1967, hlm. 267-253.
___________, “Sixteenth Century Turkish Influence in Western Indonesia”, dalam  JSTOR, Vol. 10, No. 3, 1969, hlm. 395-414.
Martin van Bruinessen, “Muslim of the Dutch East Indies and The Caliphate Question”, dalam Studia Islamika, Vol 2, No. 3, 1995, hlm. 115-140.

Buku
Adam, Ahmat. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesian.  Jakarta: Hasta Mirta,        2003.
Gani, M.. Surat Kabar Indonesia pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan, 1978.
Korver, A.P.E.. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Jakarta: Grafitipers, 1985.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1901-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1996.

dll.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Ketua Sidang/Penguji       : Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Guru Besar Ilmu Sejarah UI)
Pembimbing                        : Dr. Mohammad Iskandar (Pakar Sejarah Pergerakan Islam)
Penguji                                 : Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat (Pakar Sejarah Kesultanan Islam)
Depok, 7 Januari 2013

***
[i]Septian Anto Waginugroho lahir di Bogor 13 September 1989. Selain karena menimba ilmu sejarah di UI, minatnya terhadap penelitian sejarah semakin berkembang setelah banyak berinteraksi dengan para peneliti INSIST (Institute for the Islamic Thought and Civilization). Mulai 2008 sering mengikuti kuliah umum tentang pemikiran Islam, sejarah pemikiran barat dan filsafat ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh lembaga tersebut. Sejak saat itu semakin yakin bahwa mainstrem penulisan sejarah Indonesia banyak menyudutkan Islam, sebab telah terjadi deislamisasi sejarah Indonesia sejak zaman kolonial. Oleh karena itu perlu adanya pelurusan dalam penulisan sejarah Indonesia terutama yang menyangkut umat Islam. Meski begitu usaha tersebut harus dilakukan dengan cara-cara yang cerdas. Penelitian skripsi yang berjudul Peran Surat Kabar Bandera Islam dalam Perjuangan Khilafah 1924-1927 ini, selain tuntutan untuk lulus kuliah, sebagai usaha awal ke arah sana. Sedangkan wacana perjuangan khilafah bukan hal baru, sejak usia lima belas tahun telah mengikuti kursus pemikiran politik Islam di Hizbut Tahrir, sebuah partai politik Islam internasional yang berjuang untuk menegakan khilafah.

Teruntuk para dosen, ustad dan sahabat yang mendorong saya untuk sukses, saya ucapkan JazakumuLlah.

 
Membuka Wacana Sejarah. Design by Pocket