Disampaikan dalam sidang skripsi program studi Ilmu Sejarah FIB UI, Depok 7 Januari 2013.
Oleh Septian A.W.[i]
Pengantar
Pada tahun 1920-an, umat Islam Indonesia terlibat dalam perjuangan
khilafah. Sebuah perjuangan yang bertujuan mewujudkan cita-cita
Pan-Islamisme yakni pembentukan sebuah pemerintahan Islam yang
menyatukan umat Islam di seluruh belahan dunia dalam satu peraturan
hidup Islam. Untuk beberapa tahun mereka tetap terlibat dalam perjuangan
ini. Sarekat Islam adalah salah satu kelompok umat Islam Indonesia yang
terlibat. Pada tahun 1924 Sarekat Islam menerbitkan Bandera Islam, sebuah
surat kabar yang digunakannya untuk kepentingan perjuangan khilafah.
Oleh karena itu surat kabar yang terbit hingga tahun 1927 ini memuat
banyak tulisan seputar perjuangan khilafah. Skripsi ini membahas peran Bandera Islam dalam perjuangan khilafah.
1.1 Latar Belakang
Turki Usmani (Ottoman) menjadi pihak yang kalah dalam Perang Dunia
menyisakan kondisi pemerintahan yang lemah dan kacau. Dalam situasi
tersebut muncul Mustafa Kemal Pasha di panggung politik Turki. Pada 1922
dia mengubah bentuk pemerintahan di Turki dari sistem khilafah menjadi
republik.
Awalnya jabatan khalifah masih dipertahankan dengan tanpa kekuasaan
duniawi. Namun pada perkembangannya khalifah saat itu, Abdul Majid,
masih memiliki pengaruh yang kuat. Melihat perkembangan tersebut, pada 3
Maret 1924 melalui Majelis Nasional Turki, Mustafa Kemal Pasha secara
resmi menghapus Kekhilafahan Turki Usmani. Dengan demikian, sistem
pemerintah yang selama ratusan tahun telah dijalankan Turki ini berakhir
dan Abdul Majid, sebagai khalifah terakhir, diusir dari Turki.
Berita penghapusan tersebut segera menyebar dan mengejutkan dunia
Islam. Kenyataan ini tidak terlepas dari eksistensi paham Pan-Islamisme
yang mempengaruhi banyak umat Islam. Sebuah paham yang mencita-citakan
persatuan umat Islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Beberapa
saat kemudian peristiwa ini langsung menjadi perbincangan di berbagai
tempat.
Kairo Maret 1924: Ulama Al-Azhar sepakat bahwa jabatan
khalifah Abdul Majid sudah tidak sah saat dia dilengserkan Mustafa dan
khalifah wajib ada untuk memimpin umat Islam oleh karena itu mereka
berencana akan mengundang perwakilan dunia Islam pada Maret 1925 untuk
menetapkan khalifah yang baru.
Mekkah April 1924: Syarif Husein, penguasa Mekkah saat itu,
mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah yang baru namun usahanya ini
tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas umat Islam karena dianggap
seorang antek Inggris.
Garut Mei 1924: Tokoh-tokoh pergerakan Islam dan ulama di
Indonesia berkumpul pada Kongres Al-Islam II di Garut diantaranya
membahas persoalan khilafah; H. Agus Salim mendesak kongres untuk
terlibat dalam persoalan ini dan mencari solusinya.
Perkembangan situasi di Turki tersebut menimbulkan kebingungan pada
dunia Islam secara umum, yang mulai berfikir untuk membentuk suatu
kekhilafahan baru. Umat Islam di Indonesia bukan saja berminat dalam
persoalan ini, bahkan merasa berkewajiban membahas dan mencari
penyelesaiannya (Noer, 1996: 242). Jadi wajar mereka memberikan respon
yang besar saat berita ini sampai di Indonesia.
Pada 4-5 Oktober 1924 para pemimpin Sarekat Islam, Muahmmadiyah dan
Al-Irsyad serta ulama-ulama besar dari kalangan Arab dan Jawa berkumpul
di Madrasah Tarbiatoel Aitam untuk mencari penyelesaian atas
persoalan ini. Dalam pertemuan ini terjadi diskusi yang panjang tentang
khilafah. Tjokroaminoto dalam pidatonya menyampaikan tentang perlunya
umat Islam memilki seorang khalifah dan peran aktif umat Islam Indonesia
untuk kepentingan khilafah. Pertemuan ini menyepakati bahwa: 1.
Khilafah wajib ada, 2. Membentuk Komite Khilafah, dan 3. Berpartisipasi
dalam Kongres di Kairo.
Pertemuan ini menjadi pertemuan yang membahas khilafah yang pertama
kali diadakan di Indonesia. Sejak saat itu gagasan untuk menegakkan
khilafah bergulir di Indonesia dan menjadi pembahasan dalam
Kongres-kongres Al-Islam, sebuah pertemuan wakil-wakil kelompok Islam di
Indonesia. Kondisi ini tetap bertahan hingga beberapa tahun kedepan.
Sarekat Islam adalah salah satu kelompok umat Islam Indonesia yang
terlibat dan memiliki peran yang paling dominan dibandingkan dengan yang
lain. Organisasi yang menjadi inspirator Kongres Al-Islam ini tampil
sebagai pelopor perjuangan khilafah. Sikapnya tersebut sejalan dengan
menguatnya perhatian Sarekat Islam kepada Pan-Islamisme. Mereka
mengklaim diri sebagai pejuang Pan-Islamisme.
Antusiasme mereka kepada perjuangan khilafah dideklarasikan di
Kongres Nasional Sarekat Islam ke-11 pada Agustus 1924. Kongres ini juga
menyepakati untuk menerbitkan sebuah surat kabar yang diberi nama Bandera Islam.
Saat itu usaha penerbitan surat kabar merupakan cara yang biasa
dilakukan oleh organisasi-organisasi pergerakan untuk menyuarakan azas,
tujuan, dan program aksi mereka. Surat kabar yang berbahasa melayu ini
diterbitkan oleh Sarekat Islam untuk menyebarkan ilmu-ilmu keislaman dan
pandangan-pandangan politik mereka.
Bandera Islam terbit selama tiga tahun sejak 1924 hingga
1927. Periode terbitnya ini berbarengan dengan periode Sarekat Islam
memperjuangkan khilafah. Oleh karena itu ditemukan ada banyak tulisan
mengenai perjuangan khilafah dalam terbitan Bandera Islam.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan, pada periode 1920-an
persoalan khilafah mendapat respon dari umat Islam di Indonesia sehingga
mereka terlibat dalam perjuangan menegakkan khilafah. Adapun
permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
mengapa Sarekat Islam banyak memuat tulisan tentang perjuangan khilafah
dalam surat kabar Bandera Islam. Untuk mempermudah penelitian ini, maka akan diajukan pertanyaan penelitian, yakni:
- Mengapa Sarekat Islam menganggap masalah khilafah menjadi penting bagi perjuangan Islam?
- Apakah Bandera Islam selalu sejalan dengan Sarekat Islam?
- Bagaimana respon masyarakat pada saat itu kepada Bandera Islam?
- Muslim of the Dutch East Indies and The Caliphate Question oleh Martin van Bruinessen.
- Gerakan Modern Islam di Indonesia 1901-1942 oleh Deliar Noer.
- Politik Islam Hindia Belanda oleh Aqib Suminto.
- memaparkan keterlibatan Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.
- melihat dan menganalisa perkembangan pers Sarekat Islam hingga melahirkan Bandera Islam.
- memaparkan peranan surat kabar Bandera Islam sebagai pers Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.
- memperluas informasi mengenai sejarah perjuangan khilafah di
Indonesia: fakta bahwa masih terbuka luas kesempatan untuk melakukan
penelitian mengenai tema sejarah ini dan menarik untuk diteliti
sehubungan akhir-akhir ini gagasan khilafah sering diperbincangkan dalam
media massa nasional.
- heuristik,
- kritik,
- interpertasi, dan
- historiografi.
Dewan Penguji
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas peran surat kabar Bandera Islam dalam perjuangan khilafah sejak tahun 1924 hingga 1927. Bandera Islam
merupakan surat kabar yang banyak memuat tulisan tentang perjuangan
khilafah. Tahun 1924 dipilih karena merupakan tahun awal diterbitkan Bandera Islam. Ruang lingkup dibatasi hingga tahun 1927 karena semenjak itu Bandera Islam tidak terbit lagi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Ada tiga penelitian sebelumnya yakni
Dari ketiganya tidak ada satu pun yang membahas peran pers dalam
perjuangan khilafah sehingga tertantang untuk mengetahuinya ada pun Bandera Islam
memiliki keunikan tersendiri karena periode terbitnya bersamaan dengan
periode umat Islam Indonesia memperjuangkan khilafah, yakni 1924-1927.
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yakni
1.7 Sumber Penelitian
Primer: Bandera Islam 1924-1927 (10A/PN/M & 1967A/PN/M)
Sekunder:
Buku mengenai pers
Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesian (2003),
M. Gani, Surat Kabar Indonesia pada Tiga Zaman (1978),
Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia (2002), dll.
Buku mengenai Sarekat Islam
Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (2005),
A.P.E. Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? (1985),
dll.
1.8 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab II Respon Umat Islam di Hindia Belanda atas Keruntuhan Turki Usmani
Bab III Bandera Islam sebagai Pers Pergerakan
Bab IV Perjuangan Khilafah dalam Bandera Islam
Bab V Kesimpulan
Hasil Penelitian
Setelah menelusuri dinamika umat Islam di Indonesia pada permulaan
abad ke-20 terlihat bahwa perjuangan menegakkan khilafah merupakan
bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Tidak lama setelah Khilafah Turki
Usmani diruntuhkan, sudah banyak orang Indonesia terlibat dalam
perjuangan ini. Penelusuran sumber-sumber sejarah yang ada menunjukan
bahwa di Indonesia para ulama, tokoh pergerakan Islam, beserta umat
Islam yang lain turut serta memperjuangkan khilafah agar tegak kembali.
Mereka merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaian
untuk membentuk suatu khilafah baru. Sikap mereka ini tidak terlepas
dari pengaruh Pan-Islamisme.
Cita-cita persatuan Islam dalam satu pemerintahan Islam yang merdeka
menjadi sebuah harapan besar bagi mereka yang saat itu hidup dibawah
penjajahan bangsa asing dan kafir. Untuk beberapa waktu cita-cita
internasional ini masih tetap bertahan hingga kemudian mereka
meninggalkannya dan mengalihkan perhatian mereka kepada cita-cita
nasionalisme yakni menuju negara bangsa yang merdeka. Sejak saat itulah
perjuangan khilafah berangsur-angsur hilang tergantikan oleh perjuangan
nasionalisme.
Sarekat Islam adalah salah satu kelompok yang terlibat dalam
perjuangan khilafah. Perannya sangat signifikan di Indonesia. Saat itu
Sarekat Islam mengklaim sebagai organisasi yang berjuang untuk
mewujudkan cita-cita Pan-Islamisme. Pelaksanaan kongres-kongres
Al-Islam menjadi mimbar bagi Sarekat Islam untuk meperluas pengaruh
Pan-Islamisme. Usaha ini telah Sarekat Islam lakukan sejak Kongres
Al-Islam pertama. Untuk beberapa tahun usaha tersebut terus berlanjut
bahkan intensitasnya semakin bertambah saat mereka telibat dalam
perjuangan khilafah. Oleh karena itu keterlibatan Sarekat Islam dalam
perjuangan khilafah sejalan dengan antusiasme mereka kepada
Pan-Islamisme.
Dalam pandangan Sarekat Islam perjuangan khilafah menjadi penting
bagi perjuangan Islam karena menuju langkah awal untuk mewujudkan
cita-cita Pan-Islamisme. Cita-cita persatuan umat Islam sedunia dalam
peraturan hidup Islam dibawah pemerintahan yang merdeka ini merupakan
sebuah cita-cita yang mulia yang saat itu mereka perjuangkan.
Sebagaimana yang mereka pahami Islam merupakan suatu peraturan hidup
yang lengkap yang mengikat dan menyatukan seluruh umat Islam di dunia.
Dengan tegaknya khilafah maka cita-cita tersebut dapat terwujudkan.
Persoalan khilafah menjadi tema yang selalu dibahas dalam Kongres
Al-Islam pada periode ini. Sebab, Sarekat Islam menjadi pihak yang
paling dominan dalam setiap pelaksanaan Kongres Al-Islam, selain karena
ide perjuangan khilafah yang mudah diterima, mereka memiliki pengikut
yang cukup banyak ditambah para pemimpin mereka yang memiliki pengalaman
lebih dalam hal organisasi. Begitu seterusnya hingga mereka kemudian
melepaskan Pan-Islamismenya dan berpihak pada nasionalisme Indonesia,
dan di waktu yang bersamaan mereka terjerat dalam perselisihan internal
umat Islam.
Pada perkembangan selanjutnya persoalan khilafah ini ditinggalkan
oleh umat Islam di Indonesia. Penyebabnya karena golongan tradisional
yang terhimpun dalam NU, serta Muhammadiyyah dan Al-Irsyad memfokuskan
perjuangan mereka ke bidang sosial dan pendidikan. Sementara itu Sarekat
Islam sudah tidak berkharismatik lagi dihadapan mereka setelah Sarekat
Islam justru ikut terjerat dalam perseteruan internal umat Islam. Sejak
saat itu perjuangan Sarekat Islam sudah tidak lagi mewakili aspirasi
politik umat Islam di Indonesia. Mereka juga tidak bisa mengklaim lagi
sebagai pelopor gerakan nasional setelah ada PNI yang menggantikan
posisi mereka. Sebab sokongan dunia Islam terhadap persoalan khilafah
yang menghilang mengakibatkan Sarekat Islam meninggalkan perjuangan
khilafah dan mengalihkannya pada perjuangan Islam dalam konteks
kebangsaan.
Bandera Islam adalah surat kabar yang diterbitkan oleh
Sarekat Islam. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh keinginan Sarekat
Islam untuk menghidupkan keislaman (Pan-Islamisme) di Indonesia. Sebagai
surat kabar yang dikeluarkan Sarekat Islam, Bandera Islam selalu
memuat pandangan politik dan keislaman Sarekat Islam. Redakturnya pun
adalah para pengurus Sarekat Islam. Oleh karena itu Bandera Islam selalu memiliki pandangan yang sejalan dengan Sarekat Islam.
Pada masa itu usaha penerbitan surat kabar merupakan cara yang biasa
dilakukan oleh organisasi-organisasi pergerakan. Surat kabar merupakan
cara yang efektif bagi organisasi pergerakan untuk menyosialisasikan
pandangan mereka. Antara Sarekat Islam dengan Bandera Islam diibaratkan sebagai kembar siam. Keduanya hidup berdampingan secara simbiotik. Terbitan Bandera Islam mencerminkan perjuangan Sarekat Islam. Jadi wajar jika ditemukan banyak tulisan tentang khilafah dalam Bandera Islam. Sebab, periode Bandera Islam terbit berbarengan dengan keterlibatan Sarekat Islam dalam perjuangan khilafah.
Bandera Islam turut membantu mendistribusikan informasi perjuangan khilafah di Indonesia. Dalam setiap pelaksanaan Kongres Al-Islam, Bandera Islam turut
berperan dalam menyebarkan informasi kongres. Undangan, pemberitahuan
dan reportase serta hasil keputusan kongres banyak dimuat dalam Bandera Islam. Para pemimpin Sarekat Islam berulang kali melakukan hal itu. Mereka menyadari adanya respon positif dari masyarakat terhadap Bandera Islam. Selain itu Bandera Islam mempunyai sidang pembaca yang luas, peredarannya tidak hanya di Indonesia bahkan menjangkau hingga mancanegara. Oleh karenanya Bandera Islam menjadi media yang sangat efektif bagi Sarekat Islam untuk memperluas propaganda mereka.
Pro-kontra tidak selalu hilang ditengah masyarakat. Begitu juga
dengan perjuangan khilafah saat itu. Polemik yang dilakukan para
pemimpin Sarekat Islam melalui Bandera Islam menunjukan hal
tersebut. Tidak semua masyarakat selalu memiliki pendapat yang sama. Ada
saja pihak yang berseberangan dengan Sarekat Islam dan Bandera Islam. Jadi pada saat itu masyarakat yang merespon terbitan Bandera Islam terbagai menjadi dua yakni ada yang pro dan ada yang kontra.
Namun sebab sifatnya sebagai surat kabar Sarekat Islam, Bandera Islam kurang objektif dalam menggambarkan realitas masyarakat. Faktanya, Bandera Islam tidak
menjelaskan pandangan golongan tradisional tentang perjuangan ini, yang
tidak sedikit memiliki pandangan yang berbeda dengan pihak Sarekat
Islam. Relitas perjuangan golongan tradisional luput dari pemberitaan Bandera Islam.
Di masa lalu Bandera Islam sangat berguna bagi Sarekat Islam untuk perjuangan khilafah, namun tidak ada gunanya lagi bagi mereka ketika sejarah Bandera Islam ini
ditulis. Oleh karenanya memahami sejarah bukan untuk kepentingan
orang-orang di masa lalu tetapi untuk kepentingan orang-orang di masa
kini. Jika dulu lembaran-lembaran Bandera Islam telah menjadi
alat propaganda yang efektif untuk perjuangan khilafah, maka hari ini
lembaran-lembarannya yang masih ada menjadi jendela yang efektif untuk
memahami antusiasme para pendahulu bangsa Indonesia dalam memperjuangkan
khilafah. Dengan begitu dapat memperluas wawasan tentang perjuangan
khilafah yang hari ini banyak diperbincangkan.
Daftar Pustaka
Surat Kabar
Bandera Islam, Hindia Baroe, Neratja
Jurnal
Anthony Reid, “Nineteenth Century Pan-Islam in Indonesia and Malaysia”, dalam JSTOR, Vol. 26, No. 2, 1967, hlm. 267-253.
___________, “Sixteenth Century Turkish Influence in Western Indonesia”, dalam JSTOR, Vol. 10, No. 3, 1969, hlm. 395-414.
Martin van Bruinessen, “Muslim of the Dutch East Indies and The Caliphate Question”, dalam Studia Islamika, Vol 2, No. 3, 1995, hlm. 115-140.
Buku
Adam, Ahmat. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesian. Jakarta: Hasta Mirta, 2003.
Gani, M.. Surat Kabar Indonesia pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan, 1978.
Korver, A.P.E.. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Jakarta: Grafitipers, 1985.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1901-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1996.
dll.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Ketua Sidang/Penguji : Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Guru Besar Ilmu Sejarah UI)
Pembimbing : Dr. Mohammad Iskandar (Pakar Sejarah Pergerakan Islam)
Penguji : Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat (Pakar Sejarah Kesultanan Islam)
Depok, 7 Januari 2013
***
[i]Septian Anto Waginugroho lahir di Bogor 13 September 1989. Selain
karena menimba ilmu sejarah di UI, minatnya terhadap penelitian sejarah
semakin berkembang setelah banyak berinteraksi dengan para peneliti
INSIST (Institute for the Islamic Thought and Civilization).
Mulai 2008 sering mengikuti kuliah umum tentang pemikiran Islam, sejarah
pemikiran barat dan filsafat ilmu pengetahuan yang diselenggarakan
oleh lembaga tersebut. Sejak saat itu semakin yakin bahwa mainstrem
penulisan sejarah Indonesia banyak menyudutkan Islam, sebab telah
terjadi deislamisasi sejarah Indonesia sejak zaman kolonial.
Oleh karena itu perlu adanya pelurusan dalam penulisan sejarah
Indonesia terutama yang menyangkut umat Islam. Meski begitu usaha
tersebut harus dilakukan dengan cara-cara yang cerdas. Penelitian
skripsi yang berjudul Peran Surat Kabar Bandera Islam dalam Perjuangan Khilafah 1924-1927 ini,
selain tuntutan untuk lulus kuliah, sebagai usaha awal ke arah sana.
Sedangkan wacana perjuangan khilafah bukan hal baru, sejak usia lima
belas tahun telah mengikuti kursus pemikiran politik Islam di Hizbut
Tahrir, sebuah partai politik Islam internasional yang berjuang untuk
menegakan khilafah.
Teruntuk para dosen, ustad dan sahabat yang mendorong saya untuk sukses, saya ucapkan JazakumuLlah.
Pembimbing : Dr. Mohammad Iskandar (Pakar Sejarah Pergerakan Islam)
Penguji : Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat (Pakar Sejarah Kesultanan Islam)
Depok, 7 Januari 2013