…Lanjutan Part I…
Comite Chilafaat
Perjuangan Khilafah memang merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Akan tetapi sayangnya penggalan sejarah yang sangat berharga ini jarang diketahui oleh putra-putri bangsa ini, tak mengherankan memang, disamping karena betapa besar arus deislamisasi dalam penulisan sejarah Indonesia, hingga kini belum ada satu bukupun yang khusus membahas tentang topik sejarah ini. Padahal menarik sekali bila kita menyimak dokumen-dokumen sejarah, yang memuat tentang perjuangan ini. Sebagaimana fungsi sejarah, dengan mengetahui masa lalu akan memperjelas pemahaman kita tentang masa kini.
Dalam kongres Nasional Central Sarekat Islam pada Agustus 1924 di Surabaya, persoalan Khilafah yang pada saat itu sedang hangat mendapatkan perhatian dari kongres. Pada masanya Sarekat Islam merupakan sebuah pergerakan rakyat pribumi yang memiliki pengaruh yang besar di Hindia Belanda (Indonesia). Bukan hanya di kalangan pribumi Islam bahkan pengaruhnya menembus semua lapisan masyarakat. Jika membaca sejarah Sarekat Islam lebih dalam sebetulnya akan mudah ditangkap bahwa pengaruhnya masih terasa hingga hari ini. Setiap periode tertentu diselenggarakan Kongres nasional dibawah Central Sarekat Islam. Pada Kongres tahun 1924 ini persoalan Khilafah mendapatkan perhatian kongres sehingga kongres memutuskan akan mengerahkan segala usaha untuk terlibat dalam perjuangan Khilafah dengan mengirim utusan dari Hindia Belanda untuk menghadiri Kongres Khilafah di Kairo.
Sebagai langkah keterlibatan ini maka pada 4 dan 5 Oktober 1924 diadakan sebuah pertemuan di Surabaya yang dihadiri oleh berbagai organisasi Islam, diantaranya Central Sarekat Islam, Sarekat Islam lokal, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Attadibiyah, Tasfirul-Afkar dan Ta’mrul-Masyadjid. Pertemuan yang berlangsung selama dua hari ini mempertegas kembali bahwa persoalan Khilafah adalah sesuatu yang penting untuk diselesaikan. Oleh karena itu dari Hindia Belanda (Indonesia) harus mengirim utusan untuk menghadiri Kongres Khilafah yang rencananya akan diadakan di Kairo pada Maret 1925. Untuk menuju rencana tersebut maka dibentuklah sebuah komite yang bernama Comite Chilafat.
Comite Chilafat ini kemudian yang bertugas menetapkan mandat yang akan dibawa oleh utusan dari Hindia Belanda, termasuk yang bertanggung jawab untuk biaya keperluan utusan tersebut. Pada Desember 1924 Comite Chilafat mengadakan Kongres Al-Islam Luar Biasa, melalui kongres ini ditetapkan siapa yang akan ditunjuk menjadi utusan beserta mandatnya yang akan dibawa. Komite yang diketuai oleh Wondosoedirdjo ini juga bertugas untuk menyampaikan kabar tentang pergerakan Khilafah ini kepada umat Islam di Hindia Belanda.
Dibeberapa kota di Indonesia didirikan cabang Comite Chilafat dengan latar belakang dan tujuan yang sama. Jika kita telusuri sejarah lokal tentang komite ini barangkali di kota tempat kita tinggal sekarang akan ditemui sisa-sisa pergerakan Comite Chilafat. Silakan coba telesuri saja! Komite cabang ini antara lain, Sub-comite Chilafaat Djokjakarta, Sub-comite Chilafaat Pekalongan, Sub-comite Chilafaat Tjirebon, Sub-comite Chilafaat Pasoeroean, Sub-comite Chilafaat Buitenzorg, Sub-comite Chilafaat Bandjermasin dan Sub-comite Chilafaat Tjiandjoer.
Sub-sub komite ini memang diusahakan dapat berdiri di seloeroeh Hindia Belanda. Hal ini menjadi bukti betapa besar apresiasi pada saat itu untuk menyukseskan pergerakan Khilafah. Dalam sebuah surat kabar pada masa itu misalkan, diberitakan Sub-comite Chilafaat di Tjiandjoer mengadakan sebuah kongres dengan peserta kongres lebih kurang sebanyak 3000 orang! Sesuatu yang fantastis menurut saya, untuk konteks hari ini sekalipun, di kota Cianjur sebuah kongres Khilafah dapat dihadiri oleh 3000 orang.
Kemudian bagaimana dengan pergerakan Khilafah di daerah lain. Saya kira sangat menarik untuk kita telusuri sejarahnya. Betul!
Bersamboeng…
==================
Masjid UI Depok, 11:32 PM, 04 Desember 2011
Septian Anto Waginugroho
(Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Indonesia Program Studi S1 Ilmu Sejarah)